Kulit rajungan sebagai pengawet alami

20 Jul

Maraknya tuntutan untuk kembali hidup seimbang dengan alam, dimana salah satunya adalah dengan meminimalisir dari hal-hal yang dapat merusak lingkungan. Memasuki bulan Ramadhan ini, banyak beredar makanan yang sangat membahayakan kesehatan. Konsumen dituntut agar lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Permintaan yang tinggi diatas rata-rata dari bulan sebelumnya, membuat beberapa oknum pedagang nakal untuk melakukan kecurangan demi mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya.Akhir-akhir ini sering kita dengar maraknya pewarna sintetik (non-alami) untuk mewarnai makanan. Selain dipicu karena harganya yang lebih murah, warna yang dihasilkan lebih mencolok, sehingga hal ini membuat zat pewarna makanan yang tidak alami lebih menarik digunakan oleh beberapa oknum pedagang nakal. Penelitian lebih lanjut menyatakan secara pasti (ilmiah) bahwa,Makanan dan minuman yang mengandung pengawet kimia terbukti bisa mengakibatkan penyakit kanker. Hal ini tentnya sangat meresahkan.
Oleh karena itu tidak heran, beberapa produsen makanan dan minuman berlomba mencari bahan pengawet alami. Salah satu pengawet alami yang kini banyak dipakai adalah kitosan yang terbuat dari kulit udang atau kulit rajungan. Kitosan sendiri selain dagingnya, cangkang rajungan ternyata juga sedang menjadi primadona. Rupanya, kulit rajungan mengandung kitosan. Ini adalah sejenis zat yang bisa digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Bagi Anda yang sudah akrab dan pernah menyantap rajungan, tentunya hal ini sudah tidak asing lagi, karena selain rajungan sudah lama menjadi menu seafood favorit. Daging rajungan yang tersembunyi dibalik kerasnya kerapas atau cangkang binatang itu, sungguh lezat terasa di lidah. Rasanya gurih, empuk dan mak nyus untuk disantap.
Rajungan sendiri lebih tepatnya rasanya seperti lobster. Selain untuk digunakan sebagai pengawet alami dalam industri makanan, rajungan dapat digunakan sebagai pemanfaatan produsen kosmetik pun mulai memanfaatkan kulit rajungan itu. Karena, cangkang rajungan juga mengandung zat yang berfungsi sebagai fungisida atau bahan anti jamur yang sangat dibutuhkan oleh kulit manusia. Berlatar belakang itulah, sekarang ekspor kulit rajungan menjanjikan peluang lowongan cari kerja yang menjanjikan. Salah satu contohnya adalah Afif Firdaus. Dia pengusaha kulit rajungari, menyatakan bahwa permintaan kulit rajungan makin meningkat setiap harinya. Harga jual limbah kulit rajungan juga lumayan tinggi dan sangat saying jika tidak dimanfaatkan secara optimal. Dalam sepekan, Afif bisa mengirim 5 top kulit rajungan ke pemesan. Sayang, bisnis kulit rajungan ini terbentur ketersediaan pasokan. Masalahnya adalah terkadang pasokan sering seret dan susah untuk dicari, padahal sumbernya melimpah di alam nusantara kita. Pengolahan limbah kulit rajungan sehingga layak jual tergolong sederhana dan sedikit membutuhkan kreatifitas.
Secara umum adapaun prosesnya adalah dengan mencuci kulit rajungan itu sampai bersih dan lantas menjemurnya sampai kering betul. Kulit atau cangkang rajungan yang bagus untuk ekspor adalah kulit rajungan yang besar-benar kering. Adapun harganya terbilang cukup amat menjanjikan untuk menghasilkan uang. Kulit rajungan dapat dijual Rp 1.500 per kilogram kepada beberapa eksportir kulit rajungan di Pulau Jawa, dan Rp 2.500 per kilogram kepada eksportir di Lampung. Untuk marketingnya, karena sasaran utamanya untuk diekspor, maka akan lebih mudah untuk dilakukan dengan menggunakan marketing via internet.

Leave a comment